Cirebon-MCB
Sidang terdakwa Briptu Chumaedi alias CH anggota Polres Cirebon Kota memasuki agenda Replik atau tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas (Pledoi/ nota pembelaan) terdakwa, Selasa (28/2/2023). Sebelumnya, Pledoi tersebut disampaikan terdakwa sebagai tanggapan atas tuntutan 15 tahun penjara subsider 6 (enam) bulan dengan denda 1 (satu) milyar yang dilayangkan JPU kepadanya dalam persidangan Kamis, (23/02) pekan lalu.
Penasihat hukum terdakwa, Abdi Mujiono mengatakan, pihaknya meminta kepada majelis hakim untuk membebaskan terdakwa dari segala tuntutan. Menurutnya, berdasarkan fakta persidangan dan saksi (ade charge/ saksi meringankan) bahwa terdakwa tidak ada dirumah pada saat kejadian.
“Saat hari kejadian yang dituduhkan, klien kami sedang tidak ada dirumah. Keterangan itu diperkuat oleh kesaksian ade charge. Bahwa klien kami sedang piket dan tidak ada di lokasi kejadian,” ujar Abdi.
Lebih lanjut, terkait bukti pakaian korban terkait kasus kekerasan seksual, penasihat hukum terdakwa mengaku tidak pernah ditunjukan barang bukti tersebut oleh jaksa. Ia menyayangkan jaksa tidak menunjukan pakaian korban ataupun pakaian dalam korban dalam persidangan.
“Harusnya jaksa bisa membuktikan terkait dugaan kekerasan seksualnya. Visumnya ini kan dilakukan dua minggu setelah dilaporkan. Apalagi ada tuduhan dilakukan pagi hari sebelum berangkat sekolah. Jaksa mestinya harus bisa membuktikan itu. Karena itu tugas jaksa,” paparnya.
Terkait tuntutan JPU, Abdi mengaku sangat keberatan. Karena menurutnya berdasarkan fakta persidangan, terdakwa mengaku tidak melakukan tuduhan tersebut. Bahkan berdasarkan fakta di persidangan, keterangan saksi, saksi ahli dan bukti, indikasinya tidak seperti yang dituduhkan.
“Tentu kami merasa keberatan. Bukti visum memang ada dua. Kalau dari saksi ahli yang dari RS Ciremai yang tidak sempat hadir di persidangan, dalam BAP menerangkan, angka jam 5 itu bisa jadi tanda lahir, belum tentu karena kekerasan seksual,” tegasnya.
Sementara saat ditanya terkait adanya tindak kekerasan, Abdi mengaku hal itu tidak disengaja dilakukan kliennya. Sebab, hal itu dilakukan karena reflek dan faktor kelelahan akibat pulang piket. Ia menganggap, berdasarkan pengakuan terdakwa itu sebagai upaya memberikan pelajaran, bentuk kasih sayang orang tua kepada anaknya.
“Terdakwa memang mengakui menampar korban. Tapi itu karena kondisi fisik yang kurang sehat, ditambah baru lepas piket. Sekaligus memberikan pelajaran kepada anaknya, karena perintahnya untuk memindahkan keranjang baju tidak dilaksanakan,” beber Abdi kepada awak media.
Menanggapi hal itu, Kasi Humas Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Cirebon, Ivan Yoko Wibowo, yang juga menjabat sebagai Kasi Intelijen menuturkan, dalam agenda sidang Replik, JPU tetap pada pendiriannya, yakni menuntut terdakwa 15 tahun penjara dan denda 1 milyar subsider 6 bulan penjara.
Hal itu dikatakan langsung oleh Ivan, terkait tuntutan JPU tersebut berdasarkan fakta – fakta dalam persidangan, jaksa tetap pada tuntutan awal yang dibacakan pada Kamis (23/2/2023) lalu. “Saat itu, jaksa mendakwa Briptu CH melanggar Pasal 81 Ayat 3 juncto Pasal 76D Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak,” kata Ivan.
Ivan mengatakan, atas perbuatan terdakwa, Jaksa meminta majelis hakim untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa penjara 15 tahun dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara dikurangi selama terdakwa ditahan. Saat ini, terdakwa telah menjalani masa tahanan sejak September 2022.
Lebih lanjut, Ivan juga menghargai pembelaan terdakwa yang menolak dakwaan kekerasan seksual terhadap korban. Namun, jaksa berkesimpulan akan tetap pada tuntutannya berdasarkan fakta-fakta di persidangan.
“Dalam beberapa yurisprudensi, keterangan anak atau saksi korban kekerasan seksual itu dianggap bukti. Kita tentu berharap majelis hakim dapat memvonis terdakwa berdasarkan fakta dalam persidangan dan sesuai dengan dakwaan oleh jaksa penuntut umun,” terangnya.
Menurutnya, ada dua dugaan tindak pidana pada kasus itu, yakni kasus kekerasan fisik dan kekerasan seksual terhadap anak. Kasus kekerasan fisik dilaporkan pada 25 Agustus lalu. Kemudian yang kedua, ibu korban resmi membuat laporan terkait dugaan kekerasan seksual oleh Briptu CH terhadap anaknya pada 5 September 2022 lalu.
“Terdakwa sudah melakukan perbuatan yang melanggar undang-undang perlindungan anak (UUPA No 17/2016). Hasil fakta persidangan begitu. Berdasarkan hasil visum juga menunjukkan adanya luka di bagian alat vital korban karena benda tumpul. Itu juga bukti bentuk kekerasan seksual terdakwa terhadap korban,” pungkasnya. (Aldi)