Indramayu – MCB
Pelaksanaan pekerjaan rehab Balai Desa Panyingkiran Kidul Kecamatan Cantigi Kabupaten Indramayu dengan anggaran dari BanProv tahun 2022 harus diaudit, karena pekerjaan tersebut diduga kuat memark-Up anggaran dan dikerjakan oleh pemborong asal kota Cirebon.Demikian ditegaskan oleh salah seorang Warga Desa Panyingkiran Kidul yang meminta namanya tidak disebutkan, kepada MCB, Jumat (27/01/2023).
Menurut sang sumber, pelaksanaan rehab tersebut selain diduga memark-up anggaran, juga dikerjakan asal jadi. “Pelaksanaan rehab itu harus benar-benar diaudit oleh pihak-pihak yang berkompeten, agar kami sebagai warga mengetahui kebenarannya dan jangan sampai uang rakyat digunakan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu saja,” ungkapnya.
Kepala Desa Panyingkiran Kidul, Sugiyanto saat ditemui di rumahnya menuturkan, perehaban balai desa itu memang tidak memakai tenaga kerja dari desanya. “Kalau memakai tenaga desa setempat tidak ada yang mampu untuk membuat pola/gambar. Tukang setempat sih ada tetapi tidak memiliki skill, khawatir hasilnya tidak sesuai, jangan sampai bangunan sudah jadi dibongkar kembali,” ucap Sugiyanto.
Dikatakan Sugiyanto, bantuan Gubernur/BanProv tahun 2022 total Rp130jt, untuk pembangunan fisik Rp 75 jt, sisanya untuk tunjangan BPD, peningkatan kapasitas BPD, Pos yandu ada 8, masing – masing menerima Rp500rb, lain-lainya tidak tahu.
“Anggaran dari BanProv saya kurang tahu persis penggunaannya, nanti saya tanyakan dulu sama SekDes, karena yang lebih tahu SekDes,” tambahnya.
Sementara, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Kabupaten Indramayu Kabid BanProv, Kadmidi, saat ditemui MCB Rabu (25/1/ 2023) menyatakan bahwa perehaban Balai Desa Panyingkiran Kidul diborongkan itu menyalahi aturan, mestinya dikerjakan swakelola.
“Pemerintah desa ketika melaksanakan pembangunan fisik tidak boleh memakai pihak ketiga atau diborongkan, harusnya swakelola, jadi yang melaksanakan kegiatan itu adalah Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), yang melaksanakan dari perangkat desa. Belanja barang dan jasanya dari desa setempat, dan dikerjakan oleh warga setempat. Pada prinsipnya untuk menghidupkan perekonomian desa setempat,” tegas Kadmidi.
Ditegaskan Kadmidi, uang Rp 130jt itu diperuntukan tambahan penghasilan aparatur desa Rp 25jt, tunjangan BPD Rp 5 jt, kapasitas kinerja BPD Rp 2jt, sapa warga bagi RW Rp 50rb selama 12 bulan, pemasangan konten 4 kali dalam satu tahun Rp3jt, posyandu Rp 1.750.000,- untuk masing – masing posyandu, Pokja posyandu desa Rp 1jt, sisanya untuk infrastruktur/pembangunan fisik.
“Pembangunan pisik seperti jalan, Jembatan, Drainase, TPT, Renof balai desa, balai kampung, pasar desa, ada sebelas jenis kegiatan yang bisa dibangun. Andaikata ada pemerintah desa untuk pembangunan pisik diborongkan, saya pastikan di SPJ nya tidak diborongkan, dipastikan manipulasi data, karena diaturanya harus swakelola,” tegas Kadmidi.
Apabila pemerintah desa melakukan kesalahan, yang berwenang untuk memberikan sanksi adalah inspektorat, kalo dari DPMD lebih ke pembinaannya.
“Dari DPMD hanya melakukan pembinaan dan sosialisasi saja, terkait dengan sanksi bagi pemdes yang melakukan pembangkangan itu ranahnya inspektorat, sebagai pengawas,” pungkas Kadmidi. (Tosim/Wasta)