Oleh: Muhdi, MH.
Jalan raya seharusnya menjadi sarana utama bagi mobilitas masyarakat dan distribusi ekonomi. Namun, di Kabupaten Tegal, sekitar 70% jalan raya dan jalan desa mengalami ambiguitas fungsi, tidak hanya sebagai jalur transportasi tetapi juga berfungsi sebagai saluran irigasi. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan ketidakseimbangan dalam perencanaan infrastruktur, tetapi juga menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat pengguna jalan.
Salah satu contoh yang nyata adalah jalan raya di wilayah Bojong, terutama di Desa Danawarih, Yamansari, dan Timbangreja. Daerah ini kerap mengalami banjir saat hujan turun akibat fungsi jalan yang menyimpang dari semestinya. Air yang seharusnya mengalir melalui saluran drainase malah meluap ke jalan karena tidak adanya sistem irigasi yang memadai. Akibatnya, selain merusak badan jalan, genangan air juga membahayakan pengguna jalan dan meningkatkan risiko kecelakaan.
Masalah serupa juga terjadi di berbagai wilayah lain di Kabupaten Tegal seperti di Kecamatan Adiwerna dan Kecamatan Slawi, di dua kecamatan ini juga banyak jalanan yang berfungsi ganda sebagai saluran air sering mengalami kerusakan lebih cepat dari seharusnya.
Salah satu penyebab utama permasalahan ini adalah menurunnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan dan fungsi drainase jalan. Banyak warga yang membuang sampah di saluran air atau bahkan menutup drainase untuk kepentingan pribadi, sehingga air hujan tidak dapat mengalir dengan lancar.
Selain itu, tidak adanya waker, petugas yang dulu bertanggung jawab dalam memelihara jalan raya dan saluran irigasi, semakin memperparah kondisi ini. Dahulu, waker memiliki tugas penting dalam memastikan drainase berjalan dengan baik, membersihkan saluran air, serta melaporkan adanya kerusakan jalan agar segera ditangani. Namun, dengan hilangnya sistem ini, pemeliharaan jalan menjadi kurang optimal, mempercepat degradasi infrastruktur.
Masalah ini tidak lepas dari lemahnya perencanaan tata kota dan pengawasan terhadap pembangunan infrastruktur jalan. Menurut beberapa penelitian di bidang teknik sipil dan tata ruang, keberadaan sistem drainase yang buruk dapat mempercepat degradasi jalan, menyebabkan kerusakan lebih cepat, dan meningkatkan biaya perbaikan secara berkala (Sukandar, 2018).
Studi lain juga menunjukkan bahwa ketika jalan tidak dilengkapi drainase yang memadai, daya tahan aspal atau beton berkurang drastis akibat erosi air dan genangan yang terus-menerus (Wibowo & Raharjo, 2020). Selain itu, kondisi ini juga memperlambat distribusi barang dan jasa, menghambat pertumbuhan ekonomi lokal, serta meningkatkan beban anggaran daerah untuk perbaikan jalan yang terus-menerus dilakukan.
Pemerintah daerah seharusnya segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi permasalahan ini. Beberapa solusi yang bisa diterapkan antara lain:
1. Pembangunan dan perbaikan sistem drainase di sepanjang jalan raya dan jalan desa agar air hujan dapat mengalir dengan baik tanpa menggenangi jalan.
2. Penegakan regulasi tata ruang yang lebih ketat agar tidak ada penyalahgunaan jalan sebagai saluran irigasi.
3. Edukasi dan pelibatan masyarakat dalam menjaga fungsi jalan dan saluran air agar tidak terjadi penyumbatan akibat sampah atau sedimentasi.
4. Pengaktifan kembali sistem waker atau petugas pemelihara jalan yang bertanggung jawab atas perawatan infrastruktur jalan dan irigasi.
5. Pengawasan dan pemeliharaan berkala oleh pemerintah daerah guna memastikan jalan tetap berfungsi sebagaimana mestinya dan tidak digunakan untuk kepentingan lain yang merugikan.
Tanpa perbaikan yang konkret, Kabupaten Tegal akan terus mengalami siklus kerusakan jalan yang berulang, menghambat mobilitas dan pertumbuhan ekonomi daerah. Jalan bukanlah saluran irigasi, dan ambiguitas fungsi ini harus segera diselesaikan demi kepentingan bersama.