Pencatatan rekor MURI (Musem Rekor Dunia Indonesia) Bupati Indramayu Nina Agustina telah mengisahkan banyak cerita, termasuk polemik piagam penghargaan muri. Muri itu kategori “Tari Topeng Kelana 6001”.
Entah mengapa angka yang dipilih segitu itu. Tetapi, menurut bupati-muri, penari yang berpartisipasi ada sebanyak 7.891 orang. Anda bisa bayangkan betapa senangnya bupati mendengar itu.
Bupati Nina ingin mencatatkan prestasi-prestasi. Maka, dapatlah ide itu. Dilakukan pada rangkaian Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Indramayu ke-495 di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Sabtu, 15 Oktober 2022.
Agar berjumlah 6001 penari, bupati melibatkan pelajar smp dan sma serta masyarakat umum—dari berbagai kalangan.
“Orang tua sebagian besar kecewa. Anaknya latihan berbulan-bulan, tapi hanya geleng-geleng kepala,” kata Dirman.
Rupanya kekecewaan wali murid ditengarai akibat jumlah penari yang banyak di tempat pelaksanaan itu. Partisipan atau penari memadati (crowded) jalan jenderal ahmad yani, sehingga kondisi tersebut membuat penari tidak bisa bernari dengan maksimal.
Tidak hanya itu, kostum tari topeng kelana dibebankan pada masing-masing siswa/i dan atau penarinya sendiri. Padahal harga kostum itu tidaklah murah: 500 ribu rupiah hingga 700 ribu rupiah. Bagi sebagian besar wali murid, uang itu lebih baik dibelikan kebutuhan pokok.
“Orang tua siswa dan sekolah-sekolah menanggung sendiri biaya kostum, akomodasi, juga tetek bengeknya walaupun dengan ‘terpaksa’. Kenapa penghargaannya bukan atas nama seluruh masyarakat atau seluruh siswa se Indramayu? Kenapa untuk perorangan? Sungguh tidak adil,” tulis Iis Aisyah di kolom komentar menanggapi piagam penghargaan tari topeng kelana Bupati Nina.
Bahkan, ada seseorang yang mengatakan bahwa dana kostum itu disubsidi pula oleh pihak sekolah menggunakan dana bos. Miris bukan? Tidak semua sekolah, hanya beberapa saja yang berani melakukan itu.
Hal demikian itu sempat menuai protes dari Aliansi Rakyat Indramayu (ARI) beberapa waktu sebelum pelaksanaan tari topeng. Aliansi yang menamakan dirinya ARI itu tidak setuju: beban kostum diserahkan kepada setiap siswa.
Namun, bupati tidak menghiraukan protes itu. Buktinya rekor MURI tari topeng kelana 6001 tetap berjalan. Di tanggal 15/10/2022: waktu pelaksanaan, bupati langsung menerima piagam penghargaan muri yang dia inginkan.
Tak cukup hanya saat selesai pelaksanaan, bupati menerima kembali piagam penghargaan rekor muri tersebut di acara Karnaval SCTV yang disiarkan secara langsung esok harinya, Minggu, (16/10/2022).
Piagama MURI yang diberikan bertuliskan “Dianugerahkan Kepada Hj. Nina Agustina, SH., MH., C.RA Bupati Indramayu Atas Pagelaran Tari Topeng Kelana oleh Penari Terbanyak (7.891 peserta). Lalu masyarakat bertanya-tanya: mengapa tertulis untuk Bupati Nina saja, kita jugakan sudah banyak berkorban waktu, tenaga, dan uang.
Desakan masyarakat terhadap piagam penghargaan itu amat terasa kecang. Oleh karenanya, untuk ngeneng-ngeneng (menenangkan) masyarakat, dibuatkanlah piagam penghargaan muri versi masyarakatnya. Piagam itu tertulis “Dianugerahkan Kepada Masyarakat Indramayu Atas Pendukung Tari Topeng Kelana oleh Penari Terbanyak (7.891 peserta).
Dari hal itu, kita bisa melihat bahwa ada kepentingan pribadi dan atau kelompok untuk dianggap berprestasi. Jadi tidak heran jika semuanya serba dipaksakan.
Pada satu sisi lain, Ketua Pelaksana HUT Indramayu ke-495 yang juga Dirut PDAM, Ady Setiawan melontarkan argumentasi naif.
“Redaksi (penghargaan MURI, red.) itu bukan tanpa alasan, tetapi sudah sesuai dengan proses dari kegiatannya. Ada empat alasan, pertama, kegiatan itu diinisiasi oleh Bupati secara pribadi yang kemudian mengajak para stakeholder dan masyarakat yang ingin terlibat. Inget ya, bukan memaksa, tapi sifatnya partisipasi,” jelas Ady kepada cuplik.com, Minggu (16/10/2022).
Terbaca dengan gamblang kapasitas seorang dirut dan atau ketua pelaksana hut. Bahwa ada fakta-fakta yang coba dihalaunya dengan narasi “tidak memaksa peserta”. Padahal, praktik desak-mendesak ASN di lingkungan pemerintah daerah kerap dilakukan. Tak terkecuali sekolah-sekolah melalui kepseknya.
Ironi di balik topeng kelana yang dicatatkan MURI itu mengisahkan banyak hal yang belum tentu diketahui dan diungkapkan. Oleh karena itu, kita harus mempunyai kemampuan untuk membedakan mana yang benar-benar prestasi dengan perhargaan biasa—dilakukan bukan karena capaian atas kemampuan diri.
(Panji Purnama)