Kang Abdurrahman Al Muhalli, Insyafkan Puluhan Preman dengan Pengajian Kitab Kuning dan Thariqah
Indramayu, MCB
Medan dakwah sangatlah luas dan terbuka, dengan alternatif jalan yang sangat variatif untuk mengajak umat menyusuri garis yang telah ditentukan oleh Sang Maha Kuasa. Para kiai banyak yang memilih jalan dakwah melalui pesantren, sekolah, masjid, musholla, majelis taklim dan mimbar ceramah, dan sangat sedikit yang memilih jalan dakwah dengan memasuki dunia hitam, gemerlap hiburan malam, tempat prostitusi dan mendekati para preman.
Adalah Kiai Abdurrahman Al Muhalli, diantara sedikit kiai yang memilih jalan tersebut. kiai muda yang menjabat sebagai Wakil Ketua MWCNU Kecamatan Bongas Kabupaten Indramayu ini memilih berdakwah dengan mendekati para preman, residivis, mantan napi, pemabuk, penjudi, para penikmat prostitusi dan bahkan para pembunuh untuk diajak kembali ke jalan Ilahi.
Kiai muda kelahiran 15 Oktober 1978 ini telah menginsyafkan puluhan preman dari berbagai desa di Kota Mangga dan kini aktif mengikuti pengajian, dzikir dan sholawatan yang rutin digelarnya di Paseban Pondok Sufi Gentala’Arsy blok Kibuyut RT/RW 06/02 Desa Sidamulya Kecamatan Bongas, Indramayu.
“Saya memilih jalan dakwah seperti ini dengan mengajak para preman, semata-mata karena memang Indramayu dikenal sebagai daerah keras dengan tingkat kriminalitas yang tinggi serta tumbuh suburnya tempat-tempat maksiat maupun hiburan malam, maka saya berfikir harus ada yang bisa masuk merangkul mereka agar mereka insyaf dan kembali ke jalan yang benar,” tutur suami dari seorang isteri bernama Yustin ini.
Kang Muhalli, demikian ia biasa dipanggil, secara rutin setiap Senin dan Jumat pukul 20.30 WIB menggelar pengajian Kitab Al Hikam Karya Ibnu Athaillah As Syakandari, Kitab Sirrul Asrar Karya Syekh Abdul Qodir Al-Jailani RA dan Kitab Ulumul Wirasah an Karomatil Aulia Mbah Munir Arli Mranggen Demak, di Pondok Sufi Gentala’Arsy yang didirikannya sejak awal tahun 2020.
“Tujuan diadakan pengajian kitab kuning tersebut adalah untuk mengenalkan karya keilmuan para Ulama Tasawuf berhaluan Ahlusunah Wal Jama’ah yang layak untuk dikaji untuk membersihkan jiwa dan raga dari berbagai jenis penyakit buruknya hati (kesombongan, iri, riya, hasud, dengki, dll). Dari pengajian itulah banyak para preman yang mulai tersentuh hatinya dan mulai menapaki jalan hidayah dan meninggalkan dunia kemaksiatan yang selama ini dijalaninya,” ungkap ayah dari dua anak yang bernama Hafidz Al Mahalli dan Sa’adatul Hafsah ini
Selain menggelar pengajian kitab kuning, kiai jebolan pesantren Taufidz Daarul Qur’an Islami Malapari Jambi dan Pesantren Daarul Rahman Jakarta ini juga mengajak para para mantan preman dan jamaahnya untuk mengamalkan Thariqat Qadiriyah Naqsabandiyah dalam majelis yang diberi nama Majelis Akhlak Daarun Nafsi, Majelis Sirajuttholibin dan Majelis Solawat Nurul Qolbi.
“Kebetulan saya diberikan amanah untuk menjadi Amir jama’ah TQN Bongas mengambil talqin dari Mbah Munir Arli Mranggen-Demak seorang mursyid TQN Demak dan sekaligus sebagai Idaroh Ghusniah JATMAN Zona Barat Indramayu, Alhamdulillah banyak mantan preman yang sudah baiat mengikuti thariqat dan rutin mengikuti majelis tersebut. Dengan mengamalkan thariqat maka menimbulkan ketenangan batin dan kini mereka sangat aktif mengikuti kegiatan tersebut, sehingga secara perlahan meninggalkan dunia hitam dan bahkan sudah banyak yang total insyaf serta meninggalkan kemaksiatan,” kata kiai muda yang aktif mengikuti berbagai kegiatan NU ini.
Kiai yang juga menjadi dosen honor di STKIP/STIT Al Amin Indramayu dan Universitas Pelita Insani Bekasi ini jalan dakwah yang ia pilih tersebut menghadapi tantangan yang tidak ringan sehingga membutuhkan kesabaran, karena hampir 80 % jamaahnya berkarakter keras dengan masa lalu dari dunia premanisme.
“Dibutuhkan kesabaran ekstra karena yang dihadapi adalah para preman, pernah hidup dalam lingkungan dunia hitam (pemabuk, judi, maksiat bahkan pernah terjebak pembunuhan), juga belum mengenal huruf bacaan Al-Quran, tidak bisa sholat, maka saya harus mengajari secara perlahan dan dalam pengajian kitab kuningpun hanya mendengarkan saja, tetapi Alhamdulillah Respon peserta pengajian cukup baik dilihat dari semangat dan perubahan amaliyah sehari-hari dalam pembentukan pendidikan nilai spiritual akhlak, karakter, kesabaran, dan mentalitas keyakinan dalam beribadah sedikit demi sedikit mereka mau belajar,” tutur Kang Muhalli.
Kang Muhalli merasa dirinya bukanlah siapa-siapa dan bukanlah apa-apa, keberhasilan yang ia torehkan dalam merangkul para mantan preman juga belumlah seberapa, apa yang ia lakukan semata-mata sebagai khidmah kepada umat, melanjutkan perjuangan para kiai Nahdlatul Ulama dan ia berharap bisa diaku sebagai santrinya Mbah Hasyim agar hidupnya berkah dan ahir hayatnya juga keluarganya khusnul khatimah.
“Pesan penting yang ingin saya sampaikan adalah, pada masa sekarang kini belajar ilmu tarekat (tasawuf) seringkali dianggap sebagai hal yang langka atau unik. Namun ilmu Tarekat atau mempelajarinya sangat berguna untuk terapi keruwetan hidup atau problem hidup di masa modern. Tarekat (tasawuf) sangat penting dan menarik untuk dikaji dan dipelajari karena memiliki tujuan utama untuk mengetahui rahasia-rahasia dalam penciptaan diri menuju ma’rifat kepada Allah SWT serta dalam rangka untuk mendekatkan diri manusia kepada Sang Kholiq Allah SWT,” pungkas Kang Muhalli. (Iing Rohimin)