Cirebon-MCB
Larangan penjualan buku LKS atau bahan ajar di lingkungan pendidikan atau sekolah kepada siswa ditegaskan di Peraturan Pemerintah No.17 tahun 2010 pasal 181a yang menyatakan pendidik dan tenaga kependidikan baik perorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran,LKS dan bahan ajar.
Demikian disampaikan Agung aktivis anti korupsi Jawa Barat saat dimintai komentarnya terkait maraknya penjualan buku LKS dan bahan ajar dilingkungan sekolah khususnya dilingkungan Disdik Kota Cirebon.
Menurut Agung, meski ada larangan penjualan buku LKS atau bahan ajar oleh pihak sekolah kepada siswa. Namun kata Agung pihak sekolah sepertinya tidak mengindahkan adanya aturan tersebut. Seperti halnya yang terjadi di SMPN 7 Kota Cirebon Provinsi Jawa Barat sejumlah orangtua siswa mengaku jika anak mereka disuruh untuk membeli buku LKS sebesar Rp. 130 ribu oleh pihak sekolah.
“Dari harga Rp.130 ribu,siswa akan mendapatkan 12 buku mata pelajaran padahal menurut informasi yang kami dapat dari penerbit buku LKS,katanya buku LKS itu dibiayai dari APBD.Tapi kenapa siswa harus tetap bayar,” ujar salah satu orangtua siswa SMPN 7 Kota Cirebon yang namanya minta tidak disebutkan ini.
Sementara itu, Euis Sulastri kepala SMPN 7 Kota Cirebon saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (12/1/2023) mengatakan, buku LKS yang dijual kepada siswanya dengan harga Rp.130 ribu dengan 12 macam mata pelajaran tersebut.Menurutnya tidak dibiayai oleh APBD atau BOS daerah.
“Itu tidak dibiayai oleh APBD,tapi murni bantuan dari siswa melalui pembelian LKS yang dibiayai oleh BOS reguler atau pusat adalah buku paket.”jelas kepala SMPN 7 Kota Cirebon ini. Jumlah siswa SMPN 7 Kota Cirebon sendiri mencapai 1.000 an siswa dengan pendapatan anggaran BOS pertahunnya mencapai Rp.1 miliar lebih. Akan tetapi anggaran BOS tersebut tidak mencukupi untuk membeli buku LKS atau bahan ajar siswa. Sebab anggaran BOS-nya hanya terserap untuk membeli buku paket dan membayar guru honor serta kegiatan sekolah lainnya,” urainya.
“Di sekolah ini banyak guru honornya ketimbang PNS-nya.Guru honor ada 37 orang sedangkan guru PNS ada 32,sehingga untuk bayar guru honor saja kami harus mengeluarkan anggaran sekitar Rp.50 jutaan perbulannya.Dan pembeliaan buku paket Rp.70 juta pertahun ditambah dengan biaya lainnya,” sambung perempuan asal Gegesik Kulon ini.
Sedangkan untuk pembelian buku LKS sendiri,Euis berdalih bahwa pihaknya tidak memaksakan orangtua siswa harus beli buku LKS disekolahnya. Hal tersebut menurutnya sesuai hasil musyawarah dan kesepakatan antara komite dengan orangtua siswa.
“Orangtua siswa bisa mendapatkan atau membeli buku itu dimana saja.Siswa bisa memfoto copy buku bahan ajar itu ataupun siswa yang hanya mampu bayar separuhnya juga bisa. Sekalipun orangtua siswa benar-benar tidak mampu dan ingin gratis bisa tapi disesuaikan dengan kuota,”papar Euis.
Dari buku LKS yang dijual kepada siswa dengan jumlah 12 mata pelajaran.6 buku diantaranya adalah hasil MGMP guru-guru dilingkungan disdik kota cirebon.
“Kalau yang 6 buku lagi dari penerbit yakni haji Sumadi.Sebab tidak semua buku mata pelajaran itu hasil MGMP jadi sisanya ya ke penerbit,” terangnya.
Disampaikannya, sepanjang penjualan buku LKS sesuai hasil kesepakatan dan musyawarah antara komite sekolah dengan orangtua siswa.Menurut Euis hal itu tidak masalah,selain itu kata Euis, sebab pihaknya sebelum mengeluarkan kebijakan penjualan buku LKS kepada siswa. Ia mengaku sebelumnya sudah berkonsultasi dengan pihak Disdik juga Inspektorat.
“Penjualan buku LKS itu kebijakan masing-masing sekolah.Dan kebijakan penjualan buku LKS disekolah ini ya kebijakan kami.Sebab kami ingin siswa dari sekolah SMPN 7 berbeda dengan siswa sekolah lain.Kami ingin siswa kami lebih maju disegala bidang,” tutupnya. (Bisri)